SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

BLOG GEOLOGI DAN TAMBANG SERTA HAL TERKAIT

Aktivitas Tambang

Laman

Rabu, 13 Oktober 2010

Geologi Wilayah Bukit Kendil-Lahat

BAB III
GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN



3.1. GEOLOGI REGIONAL

Secara regional daerah penyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Sumatera selatan. Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil peristiwa tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman lempeng Indiaustralia, bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (microplate) yang berada diantara zona interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indiaustralia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang. Peta geologi regional daerah Cekungan Sumatera pada Gambar 3.1 menunjukkan bermacam sebaran batuan.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pra-Tersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi diakhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan Barisan sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua (Gambar 3.1) yang masih tersingkap dipermukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian “Sunda Landmass”, yang sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesa, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-Plistosen. Orogenesa Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur geologi seperti terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zona Sesar Semangko, Zona perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan Zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami peremajaan.
Zona perlipatan merupakan hasil proses tektonik orogenesa Plio-Plistosen yang membentuk banyak antiklin dan sinklin yang berarah baratlaut-tenggara sejajar dengan sumbu panjang Pulau Sumatera. Menurut Pulunggono (1986), lipatan-lipatan di Sumatera Selatan dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) antiklinorium besar, yaitu: Antiklinorium Muara enim, Antiklinorium Pendopo-Limau, dan Antiklinorium Palembang Utara. Antiklinorium Muar enim terdapat di Sub-cekungan Palembang Selatan, dengan arah baratlaut-tenggara sampai barat-timur, ditempati oleh Formasi Muaraenim yang kaya akan lapisan-lapisan batubara. Antiklinorium Pendopo-Limau termasuk ke dalam Subcekungan Palembang Selatan dan Sub-cekungan Palembang Tengah dengan arah baratlaut-tenggara. Antiklinorium Palembang Utara adalah merupakan kelompok antiklin dan sinklin yang terdapat di bagian utara Sub-cekungan Palembang Tengah, yang memanjang dengan arah baratlaut-tenggara.
Pengangkatan Pegunungan Barisan pada Kapur Akhir dikenal sebagai peristiwa Orogenesa Sumatera yang menghasilkan sesar-sesar bongkah baik dibagian tengah Pegunungan Barisan maupun disekitarnya (Van Bemmelen, 1949). Penyesaran bongkah ini mengawali dan mengontrol perkembangan Cekungan Tersier termasuk Cekungan Sumatera Selatan. Perkembangan peristiwa tektonik dan sejarah geologi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan menunjukkan bahwa satuan-satuan batuan yang ada pada lajur-lajur tersebut saling berkaitan dalam setiap jenjang/kala. Cekungan Sumatera Selatan, sebagaimana Cekungan Sumatera Tengah dan Cekungan Sumatera Utara, adalah cekungan-cekungan yang terbentuk di lajur busur belakang. Cekungan-cekungan tersebut di isi oleh batuan sedimen klastik dan karbonat yang cukup tebal selama Tersier-Kuarter (Gambar 3.1). Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan menurut beberapa peneliti terdahulu (Gafoer, 199) dibagi atas beberapa formasi dan satuan batuan. Tataan Cekungan Sumatera Selatan pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sub cekungan (Gambar 3.1), yakni:
1. Cekungan Jambi atau Palembang Utara yang menjorok kearah Selatan
2. Cekungan Palembang Tengah
3. Cekungan Palembang Selatan (Kompleks Palembang Selatan)



Gambar 3.1. Cekungan Sumatera Selatan

3.2 GEOLOGI PENYELIDIKAN
3.2.1 Litologi
Secara regional daerah penyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Sumatera Selatan yang merupakan Cekungan Belakang Busur (‘Back Arc Basin’) terbentuk oleh adanya pergerakan ulang patahan-patahan bongkah, dimana kelompok sesar normal membentuk bongkah-bongkah (“Block faulting”) pada batuan dasar (“Basement”) Pra-Tersier serta diikuti oleh kegiatan Volkanisme secara periodik (shell Mijnbouw, 1978). Berdasarkan lembar peta geologi regional bersistem skala 1 : 250.000, yang disusun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) Bandung, maka wilayah kajian secara regional terletak di dalam Peta Geologi Lembar Lahat, Sumatera Selatan (S Gafur, dkk; 1986).
Batuan yang terdapat di daerah penyelidikan terdiri dari batuan Pra-tersier dan batuan endapan benua klastika yang bermur Tersier. Batuan Pra-Tersier merupakan batuan dasar yang tergabung dalam Formasi Sepingtiang, Lingsing dan Saling yang berumur Jura Akhir-Kapur Awal yang diendapkan pada lingkungan laut dalam. Diatas batuan tersebut diendapkan secara tidak selaras batuan endapan benua klastika dari Formasi Kikim dan Anggota Cawang Formasi Kikim yang berumur Paleosen-Oligosen Tengah.

Formasi Kikim ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Talangakar yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Formasi Talangakar selaras diatasnya oleh Formasi Baturaja yang berumur Miosen Awal. Di atas Formasi Baturaja diendapkan selaras Formasi Gumai yang berumur Akhir Miosen Awal-Awal Miosen Tengah dan ditutupi selaras oleh Formasi Air Benakat yang berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
Diatas Formasi Air Benakat diendapkan selaras Formasi Muara Enim yang berumur Miosen Akhir-Pliosen pada lingkungan peralihan yaitu lingkungan darat hingga laut dangkal.
Formasi Kasai yang berumur Plio-Plistosen diendapkan pada lingkungan darat menutupi tidak selaras Formasi Muara Enim. Ketidak selarasan ini mencerminkan adanya periode pengangkatan dan erosi setempat yang terjadi di Pegunungan Barisan.
Struktur geologi daerah penyelidikan terjadi akibat adanya suatu proses pengangkatan batuan Paleozoik dan Mesozoik yang menyebabkan batuan terlipat kuat. Kegiatan tektonik terus berlangsung sampai Tersier Awal. Akibat dari pensesaran bongkah regional menyebabkan terbentuknya dua cekungan sedimen utama berbentuk meanjang yaitu Cekungan Sumatera selatan dan Cekungan Bengkulu, sedangkan tektonik Plio-Plistosen menghasilkan struktur penting berarah Baratlaut-Tenggara.
Kerumitan pola sesar pada batuan sedimen Tersier ini diduga erat kaitannya dengan pensesaran pada batuan alas (Basement) yang diperkirakan sebagai penyebab adanya variasi ketebalan batubara.

3.2.2. Stratigrafi
Stratigrafi regional daerah penyelidikan dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : Kelompok Batuan Par-Tersier dan Batuan Terobosan/Intrusi Batuan Beku, Kelompok Batuan Tersier dan Endapan Kwarter (lihat Gambar 3.2).
Kelompok Batuan Pra-Tersier
Kelompok batuan ini yang tergabung dalam Formasi Sepingtiang, Lingsing, dan Formasi Saling yang diperkirakan berumurJura Akhir-Kapur Awal. Hubungan stratigrafi antara Formasi Lingsing dan Saling adalah Menjemari, sedangkan Formasi sepingtiang menyentuh kedua formasi tersebut secara tektonik.
Formasi Sepingtiang menempati sebelah Baratdaya daerah penelitian, batuan penyusunnya terdiri dari batugamping terumbu yang sudah mengalami ubahan, tersingkap di sungai empayang Lintang dan empayang kasap, sifat fisik batuan tersebut adalah berwarna putih, hitam, hijau dan abu-abu, keras dan pejal.

Gambar 3.2. Tatanan Stratigrafi Daerah Penyelidikan




Formasi Lingsing menempati sepanjang Sungai Cawang, dimana batuan penyusunnya terdiri dari rijang, batulempung berwarna merah, terdapat urat-urat tipis silika.
Formasi Saling tersingkap di Sungai Cawang, batuan penyusunnya terdiri dari batuan volkanik dan batupasir konglomeratan sedangkan batuan yang bersifat andesitik-basaltik tersingkap di sungai empayang Lintang dan Empayang Kasap.
Batuan-batuan yang terdapat pada Formasi Sepingtiang, Saling dan Lingsing diendapkan pada lingkungan laut dangkal-lautdalam.
Batuan terobosan tersingkap di Sungai Empayang Kasap dan Empayang Lintang berupa Granodiorit yang menerobos Formasi Saling, batuan ini diperkirakan berumur Kapur Akhir.
Kelompok Batuan Tersier
Kelompok batuan ini tersingkap di daerah penyelidikan yang tergabung dalam Formasi Kikim, Anggota Cawang Formasi kikim, Talangakar, Gumai, Air Benakat, Muara Enim dan Kasai.
Formasi Kikim menempati sebelah selatan dan baratdaya daerah penyelidikan, batuan penyusunya terdiri dari breksi volkanik, batupasir tufan, batulempung, dan batulanau, tersingkap di Sungai Cawang dan diperkirakan berumur Paleosen-Oligosen Awal.
Anggota Cawang Formasi Kikim sebarannya meliputi daerah sebelah selatan dan baratdaya daerah penyelidikan. Hubungan stratigrafi dengan Formasi Kikim saling menjemari, batuan penyusunnya terdiri dari batupasir kuarsa konglomeratan, batupasir, batulempung dan batulanau yang mempunyai kisaran umur antara Paleosen-Oligosen.
Formasi Gumai (Tmg) menempati sebelah selatan daerah penyelidikan, dimulai dari Sungai Empayang, Cawang, Saling, Suban menerus sampai ke Sungai Gelumpai dan Sungai Kikim Kecil. Batuan penyusunnya terdiri dari serpih hitam dengan lensa-lensa dan nodul batugamping berbentuk silinder, sedangkan pirit menyebar tidak merata, halus-bongkah berdiameter 2-6 cm, berbentuk framboidal. Diduga mempunyai kisaran umur Miosen tengah.
Formasi Air Benakat (Tma) sebarannya memanjang dari timur ke barat daerah penyelidikan, dimana batuan penyusunnya terdiri dari batulempung, batulanau dan batupasir, dan umumnya gampingan, diperkirakan berumur Miosen Tengah-miosen Akhir.
Formasi Muaraenim (Tmpm) merupakan formasi pembawa batubara (“Coal Bearing Formation”) di daerah penyelidikan, tersingkap di bagian tengah dan sebarannya berarah barat-timur, menipis ke arah barat selaras diatas Formasi Air benakat, berumur Miosen Tengah-Miosen Atas dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Batuan penyusunnya terdiri dari Batupasir, batupasir tufan, batulempung, batulanau dan batubara.
Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan berupa struktur lipatan dan sesar yang terdapat dalam batuan Pra-Tersier dan Tersier. Struktur lipatan dalam batuan Pra-Tersier terdapat di sekitar Pegunungan Gumai, yang intensitas deformasinya menunjukan lebih dari satu periode. Sedangkan struktur lipatan dalam batuan tersier berupa sinklin dan antiklin yang terdapat di sekitar Lahat dan di Sungai Puntang. Arah dari sumbu lipatannya hampir barat-timur.
Sedangkan sesar mendatar yang terdapat di daerah Muara Cawang, Sukarame berarah baratlaut-tenggara, mengoyak satuan batupasir, batulempung, batulanau, serpih dan napal yang terdapat pada Formasi Muara Enim, Airbenakat dan Gumai.
Sesar normal yang terdapat disekitar Batuninding dan hulu Sungai Saling, berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara, mengoyak Formasi Muara Enim, Airbenakat, Gumai, Talangakar, Kikim, Anggota cawang Formasi Kikim, Lingsing dan Formasi Saling. Sesar-sesar tersebut diduga terjadi akibat adanya fase kejadian tektonik Plio-Plistosen.

3.2.3. Stratigrafi Daerah Penyelidikan
Wilayah KP PT. Bukit Telunjuk, secara geologi diisi oleh 2 (dua) formasi batuan utama ditambah dengan endapan permukaan yang jika diurutkan dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
1. Formasi Air Benakat (Tma):
sebarannya memanjang dari timur ke barat daerah penyelidikan, dimana batuan penyusunnya terdiri dari batulempung, batulanau dan batupasir, diperkirakan berumur Miosen Tengah-miosen Akhir..
2. Formasi Muara Enim (Tmpm):
Perselingan antara batupasir dan batulanau yang bersisipan Batubara. Batupasir, coklat kekuningan, getas-kompak, berlapis – masih, ukuran butir pasir halus-kasar,membulat tanggung-menyudut tanggung,dibeberapa tempat kwarsa melimpah.
Batulanau, abu-abu cerah, berlapis kadang massif dan lapuk. Batubara, hitam kecoklatan, kilap arang-kaca, uneven-concoidal, sedikit pirit, ketebalan 5 – 8 m
3. Alluvial (Qa):
Terdiri dari kerakal,kerikil,pasir dan lempung.

Struktur geologi utama di wilayah ini terdapat struktur sesar mendatar dengan arah pergerakan relative kekiri yang memotong lapisan batubara seam 2 di sungai Keruh dengan munculnya lapisan Batubara yang terlipatkan secara kuat. Dari analisa dan data lapangan bahwa struktur ini bersifat lokal.


3.2.4. Geoteknik Daerah Penyelidikan
Kestabilan lereng merupakan salah satu permasalahan yang harus dihadapi dalam merencanakan suatu aktivitas penambangan yang aman dan optimum. Banyak pertimbangan dalam mendesain suatu lereng yang aman.
Stabilitas lereng merupakan suatu kejadian yang kompleks dan faktor-faktor yang memperngaruhi kestabilan lereng sulit untuk diukur, terutama parameter shear strength dari tanah atau batuan dan kondisi airtanah. Idealnya, masalah kestabilan ini dapat ditemukan sebelum gerakan tanah terjadi. Sangatlah penting untuk mengevaluasi kestabilan suatu lereng atau menginvestigasi penyebab dari kegagalan lereng dengan cepat dan efektif.

3.2.4.1 Pertimbangan umum dalam investigasi lereng
Banyak faktor yang terkait didalam evaluasi dan analisis lereng. Beberapa diantaranya adalah :
• Kondisi geologi termasuk karakteristik batuan atau tanah
• Topografi setempat
• Kondisi airtanah
• Pengaruh kontruksi
• Seismik

Dari beberapa faktor tersebut, shear strength material, topografi dan airtanah merupakan pertimbangan yang paling kritis.

3.2.4.2 Penentuan Bidang Gelincir / Longsoran
Untuk menentukan bentuk bidang gelincir pada penampang sepanjang as longsoran, diperlukan minimal tiga titik yang menunjukan letak atau kedalaman bidang gelincir. Salah satu dari ketiga titik tersebut biasanya diambil titik potong antara as longsoran dengan retakan yang ada pada mahkota longsoran. Dua titik lainnya didapat dari hasil pengamatan inclinometer atau pipa PVC + unting-unting. Untuk membantu penentuan bidang gelincir bidang tersebut diatas, perlu dievaluasi juga hal-hal sebagai berikut:
• Data penampang geologi teknik lengkap, antara lain letak lapisan tanah yang terlemah.
• Data pengujian laboratorium misalnya hubungan antara kadar air dan batas¬ batas Atterberg.
• Data penyelidikan terinci lainnya, misalnya standard penetration test.
• Gejala-gejala lainnya yang ada di lapangan misalnya ada tonjolan (heaving), mata air, patahan, vegetasi, rembesan dan sebagainya.
Dua gambar di bawah (Gambar 3.3) menunjukkan 2 bentuk bidang gelincir. Diantara keduanya, bidang gelincir sirkular/ rotasi yang paling sering terjadi.
Pada kenyataannya akan sulit menemukan bidang gelincir yang potensial sehingga pendekatan dengan mensimulasikan beberapa bidang gelincir maka akan dapat ditentukan bidang gelincir yang paling lemah (lihat Gambar 3.4).







(a) Bentuk bidang gelincir sirkular (b) Bentuk bidang gelincir translasi
Gambar 3.3 Bentuk Bidang Gelincir sirkular Dan Translasi



Gambar 3.4 mensimulasikan beberapa Bidang Gelincir

3.2.4.3 Metode analisis
Ada beberapa metode konvensional dalam menganalisis suatu lereng batuan yang salah satunya adalah limit equilibrium. Prinsip yang digunakan adalah menyelidiki suatu massa batuan yang dibatasi oleh permukaan lereng dan bidang gelincir.

Penentuan bidang gelincir dilakukan dengan asumsi sucsessive sehingga diperoleh bidang gelincir potensial yang paling kritis.

a. Factor of Safety/ Faktor Keamanan
Pemahaman tentang angka keamanan merupakan hal yang penting dalam merencanakan lereng. Angka keamanan yang diambil sebanding dengan banyaknya ketidakpastian yang terdapat dalam perencanaan lereng, seperti parameter kekuatan tanah, distribusi tekanan air pori dan lapisan tanah. Secara umum semakin kecil kualitas dari investigasi lapangan, maka semakin tinggi angka keamanan yang harus diberikan.
Angka keamanan adalah perbandingan antara gaya yang menahan terhadap total gaya yang meruntuhkan untuk bidang keruntuhan tertentu. Analisis stabilitas lereng dibuat berdasarkan konsep keseimbangan batas, dengan menganggap bahwa keruntuhan lereng akan terjadi pada titik sepanjang permukaan runtuh. Kekuatan geser yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan batas dibandingkan dengan kekuatan geser yang ada pada tanah, akan memberikan suatu faktor keamanan rata-rata sepanjang permukaan runtuh tersebut, yang dirumuskan seperti persamaan berikut ini:

di mana:
FS = faktor keamanan
f = kekuatan geser tanah
m = kekutan geser sepanjang bidang runtuh

Pada sisi lain, angka keamanan untuk bidang keruntuhan busur lingkaran adalah perbandingan antara momen total yang menahan terhadap momen yang menyebabkan keruntuhan. Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan sudut geser dalam, dan dapat dituliskan sebagai berikut:

dimana:
c = kohesi
 = sudut geser tanah
 = tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor

Dengan cara yang sama kita dapat menuliskan:

dengan cd adalah kohesi dan d adalah sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor.
Dalam penentuan tingkat kestabilan metode limit equilibrium dikenal banyak pendekatan seperti ordinary methode of slice (Fellenius, 1927), Bishop modified (1955), Janbus’s simplified (1968), Swedish Modified (U.S Corps of Engineers, 1970), Lowe and Karafiath’s (1960), Spencer’s (1967), Morgenstern and Price’s (1965), Sarma’s (1973), dll. Pendekatan yang dilakukan kali ini memanfaatkan metode Bishop Simplified yang sudah cukup dikenal.

b. Bishop's simplified method of slices
Metode ini dusulkan oleh A.W Bishop dengan mengasumsikan bahwa gaya yang bekerja pada irisan vertikal Xi, Xi+1, (Gambar 3.5) adalah :


Gambar 3.5 Uraian gaya yang bekerja pada irisan vertikal Xi, Xi+1

Berat irisan vertikal :


Ti Disubstitusikan, mengingat xi = li cos i menghasilkan

dengan

kemudian substitusi persamaan untuk N´i kedalam persamaan F adalah :



Menghasilkan,




Pada persamaan tersebut faktor keamanan ditentukan dengan cara iterasi yang dikarenakan variabel F muncul pada kedua persamaan.

3.2.4.4 Analisis Desain Lereng
Berdasarkan teori yang telah dijabarkan sebelumnya, dalam rancangan geometri lereng/jenjang penambangan digunakan analisis kestabilan lereng metode Bishop Simplified.
Analisis jenjang dilakukan terhadap geometri dengan tinggi individual slope sebesar 8 m dan lebar berm 5 m (khusus untuk bor DH-10, dibuat juga tinggi berm 6 m dengan lebar berm 5 m). Tingi jenjang total ditentukan menurut kedalaman lubang bor yang ada dan secara lengkap tersaji pada Tabel 3.1. Lereng yang didesain diasumsikan dengan kondisi jenuh air yang akan menyebabkan berat material menjadi lebih besar.
Tabel 3.1 Desain lereng


3.2.4.5 Karakteristik Material
Secara garis besar lokasi penambangan disusun oleh batupasir, batulanau, batulempung dengan tanah penutup berupa soil mengandung pasir. Dengan menggunakan parameter mekanika tanah maka karakteristik material dapat ditentukan. Rekapitulasi sifat untuk tiap-tiap material tersaji pada Tabel 3.2 di bawah ini :

Tabel 3.2 Sifat fisik material di lokasi penambangan
No Diskripsi material Sifat fisik material
Gamma () Phi () Kohesi (c)
1 soil 1.92 kg/cm3 12.61o 0.041668
2 Batu pasir 2.35 kg/cm3 33.572o 1.9028
3 Lempung 2.55 kg/cm3 16.47o 0.77253
4 Coaly clay 2.55 kg/cm3 16.47o 0.77253
5 batubara 1.51 kg/cm3 30o 2.5

Berdasarkan pendekatan yang dilakukan maka diperoleh banyak harga faktor keamanan untuk berbagai bidang gelincir yang diasumsikan. Dari berbagai haraga yang muncul, maka angka yang menunjukkan tingkat kestabilan lereng adalah harga FS paling rendah. Faktor penilai pada untuk tingkat kestabilan lereng umumnya digunakan harga FS > 1.2.

3.2.4.6 Perhitungan FS
Berdasarkan interpretasi data perhitungan maka dapat diperhatikan bahwa untuk bor DH-09, DH-10, DH-13 dan DH-14 material soil menghasilkan suatu kondisi lereng yang stabil pada kondisi kemiringan yang berbeda-beda. Rekapitulasi nilai FS dari tiap-tiap bor untuk masing-masing kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 3.3, Tabel 3.4, Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.

Tabel 3.3 Nilai FS untuk bor DH-09








Tabel 3.4 Nilai FS untuk bor DH-10


Tabel 3.5 Nilai FS untuk bor DH-13


Tabel 3.6 Nilai FS untuk bor DH-14







3.3 KONDISI SINGKAPAN PERMUKAAN
Hasil pengamatan lapangan terhadap singkapan, baik batubara maupun batuan lainnya, memperlihatkan bahwa kecenderungan arah sebaran jurus batuan adalah Utara - Selatan.

3.3.1 Tanah Penutup
Keadaan tanah penutup umumnya berwarna kuning kecoklatan, bersifat pasiran, dengaan butiran bulat seragam hingga tidak seragam (lihat Gambar 3.6). Di beberapa tempat dijumpai tanah liat berwarna coklat terang hingga kuning kecoklatan, bersifat lempungan liat dan lengket jika basah dan pecah – pecah jika kering. Pada tanah hasil pelapukan batuan ini terlihat berwarna coklat kemerahan, merupakan hasil proses oksidasi terhadap mineral besi-an dan menghasilkan oksida besi. Tanah yang berwarna putih kekuningan, umumnya didominasi oleh pelapukan batupasir kuarsa berbutir halus - sedang, mengandung sedikit lempungan dan bersifat lepas jika kering serta sedikit lengket jika terbasahkan .


Gambar 3.6. Singkapan tanah penutup yang dijumpai di wilayah penyelidikan

3.3.2 Batubara
Singkapan batubara yang dijumpai di wilayah KP PT. Bukit Telunjuk memiliki tebal yang bervariasi antara 1 meter hingga 13 meter. Ketebalan rata-rata lapisan batubara yang dijumpai adalah 4.5 meter (Gambar 3.7. dan Gambar 3.8). Meskipun demikian ketebalan tersebut bersifat relatif, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.7, karena di beberapa tempat batas atas dan batas bawah singkapan batubara tersebut sering tidak jelas- khususnya di dalam sungai. Berdasarkan hasil pengamatan batubara umumnya berwarna hitam, kilap sedang, tidak mengotori tangan, berlapis, pecahan subconcoidal.



Gambar 3.7. Singkapan batubara dengan lebar >2,5 meter.

















Gambar 3.8. Singkapan lapisan batubara dengan tebal sekitar 30 cm












Tabel 3.7. Singkapan Batubara di Lokasi Penyelidikan KP PT. Bukit Telunjuk
No. Koordinat Singkapan Strike Dip Tebal Semu
(Outcrop)
(S ...⁰..’...”) (E ...⁰..’...”) (N...⁰E) (..⁰) (m)
BB - 1 03.40.45,2 103.38.35,3 40 22 7
BB - 2 03.41.45,3 103.39.35,4 40 22 7
BB - 3 03.41.41.2 103.39.32,4 345 22 7
BB - 4 03.41.40,9 103.39.28,0 314 44 5,2
BB - 5 03.41.50,0 103.39.19,8 - - -
BB - 6 03.42.00,1 103.39.22,3 - - -
BB - 7 03.42.11,4 103.39.08,2 210 12 5
BB - 8 03.42.09,8 103.38.59,4 222 18 1
BB - 9 03.42.17,4 103.39.01,3 187 35 4
BB - 10 03.42.18,5 103.39.00,3 209 33 7
BB - 11 03.42.20,0 103.39.00,4 196 28 5
BB - 12 03.42.22,6 103.39.00,6 183 48 3
BB - 13 03.42.24,4 103.39.01,0 - - -
BB - 14 03.42.37,7 103.39.05,2 185 12 1
BB - 15 03.42.38,2 103.39.05,8 155 21 2
BB - 16 03.42.49,6 103.38.47,9 167 14 -
BB - 17 03.42.49,5 103.38.54,1 110 12 -
BB - 18 03.43.01,1 103.39.03,2 130 14 5
BB - 19 03.43.06,1 103.38.53,5 - - -
BB - 20 03.43.12,3 103.38.55,0 - - -
BB - 21 03.43.13,0 103.39.05,2 285 15 6
BB - 22 03.43.18,3 103.39.22,3 300 12 4,5
BB - 23 03.43.18,9 103.39.21,5 130 12 3
BB - 24 03.43.26,3 103.39.18,5 147 10 3
BB - 25 03.43.30,8 103.39.16,9 85 12 5
BB - 26 03.53.30,8 103.39.27,2 250 52 6
BB - 27 03.43.30,6 103.50.18,00 145 15 5
BB - 28 03.58.00,1 103.42.16,06 140 16 5
BB - 29 03.04.10,0 103.42.19,07 128 12 7
BB - 30 03.11.10,1 103.42.22,08 128 33 2
BB - 31 03.26.17,2 103.43.2,09 128 12 3
BB - 32 03.33.9,3 103.47.11,10 128 33 2
BB - 33 03.39.55,4 103.49.10,11 128 31 1
BB - 34 03.43.25,5 103.37.11,12 128 30 1
BB - 35 03.43.23,13 103.33.10,13 128 12 1

3.3.3 Batuan
Singkapan batuan yang dijumpai di lapangan umumnya adalah batulempung hingga lanauan dan batu pasir yang cenderung halus, berwarna abu-abu kecoklatan hingga gelap, keras, pecahan membentuk serpihan-serpihan tak beraturan (Gambar 3.9). Batulempung yang berwarna abu-abu terang bersifat keras, lengket jika basah dan pecah-pecah jika kering, tidak hancur jika diremas; sedangkan batulempung yang berwarna coklat terang bersifat lunak dan lengket. Batupasir berwarna kuning kecoklatan, terdiri atas kuarsa dan sedikit fragmen batuan, berukuran halus hingga sedang, kadang kerikilan dan konglomeratan, bersifat lepas, agak rapuh tebal lapisan bervariasi.




Gambar 3.9. Singkapan perselingan batulempung, batubara dan lapisan tipis batupasir di daerah penyelidikan.

3.4 KEADAAN ENDAPAN
3.4.1 Bentuk dan Penyebaran Endapan
Pengetahuan tentang kondisi geologi bawah permukaan didapatkan dari data log litologi hasil pemboran. Dalam laporan PT. Bukit Telunjuk pada tahap Eksplorasi detail telah dilakukan pengeboran sebanyak 21 ( dua puluh satu ) buah titik dengan total kedalaman kurang lebih 1.000 meter (1 km), dimana setiap lubang bervariasi mulai yang kurang dari 39 meter sampai kedalaman 78 meter dengan rata-rata kedalaman 50 m. Dari sejumlah pemboran tersebut PT. Bukit Telunjuk menyimpulkan di lokasi penyelidikan terdapat 4 (empat) lapisan (seam) batubara dengan ketebalan yang beragam, berikut penamaan Batubara berdasarkan alphabet dari yang paling tua ke muda yaitu :




Seam A2 :
Secara stratigarfi paling tua, penyebaran di bagian timur daerah telitian. Mempunyai karakteristik arah penyebaran lateral tenggara – barat laut sepanjang 2,2 km mengarah keluar area Kuasa Pertambangan PT. Bukit Telunjuk. Memiliki ketebalan rata-rata 10 - 13 m (clean coalnya).
Seam A1 :
Secara stratigarfi tergolong tua, penyebaran di bagian barat daerah telitian. Mempunyai karakteristik arah penyebaran lateral tenggara – barat laut sepanjang 2,3 km mengarah keluar area Kuasa Pertambangan PT. Bukit Telunjuk. Memiliki ketebalan rata-rata 4 – 6 m (clean coalnya), parting antara 15 – 60 cm.
Seam B :
Di atas seam A1 dengan ketebalan 3 – 4 m, Mempunyai karakteristik arah penyebaran lateral tenggara – barat laut sepanjang 2,6 km mengarah keluar area Kuasa Pertambangan PT. Bukit Telunjuk sepanjang 1,3 km. Memiliki ketebalan parting berkisar 10 – 50 cm, dengan dip antara 12 – 33 º, menerus kerah barat laut.
Seam C :
Terletak diatas seam B, Mempunyai karakteristik arah penyebaran lateral tenggara – barat laut sepanjang 1,6 km mengarah keluar area Kuasa Pertambangan PT. Bukit Telunjuk, Memiliki ketebalan 5 - 6m, dip antara 15 - 27 º, menerus ke arah Barat.

Batas atas dan batas bawah lapisan batubara tersebut bervariasi, tetapi umumnya batas atas adalah batulempung berwarna abu-abu gelap, abu-abu terang dan batulempung kecoklatan. Sedangkan batas bawah umumnya adalah batupasir kuarsa, berwarna kuning kecoklatan hingga putih kekuningan, bersifat lepas dan keras.

3.4.2. Sifat dan Kualitas Endapan
Dari Sample yang di analisakan di laboratorium batubara Tekmira Pusat Pengembangan dan Penyelidikan Geologi Bandung, Jawa Barat yang dilakukakan baik dari singkapan, tes pit, maupun pemboran diperoleh data kisaran kualitas analisa sebagai berikut :






Tabel 3.8. Kisaran Kualitas Endapan


Seam
Total Moisture (Ar)
%
Moisture In Air Dried Sample (Adb)
% Ash
(Adb)
%
Volatile Matter (Adb)
%
Fixed Carbon (Adb)
%
Total Sulphur (Adb)
%
Calorific Value (Adb)
Kcal/Kg


A2
35,23
11,26 3,02
41,13
44,59
0,70
6214

A1
28,76
14,67 1,60
40,53
43,20
0,82
6155

B
31,26
12,36 5,70
42,25
39,69
3,43
5839

C
36,19
16,67 1,93
39,16
42,24
0,70
5575
Sumber : Sertipikat Analisis PT. Bukit Telunjuk Laboratorium tekMIRA 4 September 2008

3.4.3. Cadangan Batubara
Perhitungan sumber daya batubara PT. Bukit Telunjuk berdasarkan pada titik bor dan peta penyebaran batubara. Klasifikasi sumberdaya menggunakan ”metode USGS Circular 83”, yaitu:
a. Cadangan terukur (measured): adalah endapan batubara yang berada pada radius pengaruh 0 – 400 m dari titik singkapan/ titik bor.
b. Cadangan terindikasi (indicated): adalah endapan batubara yang berada pada radius pengaruh 0 – 800 m dari titik singkapan/ titik bor.
c. Cadangan tereka (inferred): adalah endapan batubara yang berada pada radius pengaruh 0 – 1200 m dari titik singkapan/ titik bor.
Asumsi dan batasan-batasan perhitungan sumberdaya batubara yang digunakan adalah:
- Ketebalan batubara yang diperhitungkan yaitu tebal > 0.65 m vertical thickness.
- Satu titik bor mewakili daerah pengaruh berupa poligon, satu poligon mewakili seam batubara sesuai dengan jumlah seam yang ditembus oleh titik bor
- Jarak pengaruh titik bor maksimum (ke arah strike) adalah 400 m dan luasan batubara merupakan luasan horisontal.
- Kemiringan lapisan batubara diambil rata-rata untuk masing-masing seam dimana seam A adalah 33 º, seam B adalah 33 º dan seam C adalah 27 º.
- SG (Spesific Gravity) batubara yang digunakan adalah 1.3 ton/m3.
- Kedalaman maksimal adalah 0 meter terhadap permukaan laut ( MSL)

Rumus yang digunakan dalam perhitungan sumberdaya batubara tersebut adalah:


P x l
C = X t X SG X 1 Ton
Sin α
C = Jumlah cadangan (Ton) P = Panjang Singkapan kearah jurus (m)
l = lebar batubara (m) t = Tebal lapisan Batubara (m)
SG = Spesific Gravity α = Kemiringan Lapisan/dip (derajat)


Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah cadangan batubara PT. Bukit Telunjuk dengan klasifikasi terukur adalah 11,714 juta ton, klasifikasi terindikasi adalah 4,739 juta ton dan klasifikasi terkira 1,096 juta ton sehingga total cadangan batubara PT. Bukit Telunjuk adalah 17,550 juta ton seperti yang tersaji pada Tabel 3.9.

3.4.4. Striping Ratio (SR)/ Nisbah Pengupasan
Dalam penentuan suatu metode tambang, baik terbuka maupun tertutup, harus memperhatikan SR (Stripping Ratio). Nisbah pengupasan didefinisikan sebagai nisbah dari jumlah material penutup (waste) terhadap jumlah material mineral (ore). Ditambang batubara sering dipakai m³ waste/ton batubara.

SR = Waste (m3)
Ton Ore
Dari perhitungan, diperoleh material penutup total di blok A, blok B, Blok C adalah 126,778,668,544.00 m3 dengan teknik perhitungan borrow pit. Dengan demikian Striping Rasio (SR) untuk penambangan batubara PT. Bukit Telunjuk rata-rata adalah:

SR = 84.581.974,2336 m3
17.550.657 ton
SR = 1 : 7,22









CADANGAN BATUBARA BLOK A BLOK B BLOK C TOTAL

Terukur 6634902,61 3400000,86 1680051,41 11714954,880
Terindikasi 9446854,77 3947140,86 3060172,09 16454167,720
Terkira 9687288,76 3947140,86 3916227,38 17550657,000

Adapun dalam penentuan cadangan sumber daya tertambang ( mineable ) digunakan metode hitungan menurut penampang irisan setiap blok penambangan / pit yang telah direncanakan sesuai rekomendasi geoteknik maupun acuan nisbah pengupasan, jumlah cadangan tertambang yang terdapat pada lokasi kuasa pertambangan PT. Bukit Telunjuk dari hasil hitungan adalah 11.978.658,986 MT.
Dari perhitungan volume tanah tertutup sesuai model penambangan dengan metode borrow pit didapatkan besaran 54.689.700,543 m3.
Volume Tanah 126778668,544 m3

Northing ( M ) Minimum 9587625.488398
Maksimum 9591796.648249
Easting ( M ) Minimum 350005.857755
Maksimum 351016.272159
Methode Borrow Pit

Type Composite
Grid Vertical 0,1 Meter
Horizontal 0,1 Meter
Elevation Maksimum 120,000 M
Minimum 70,000 M
Cut Elevation 0,000 M

Waste 54689700,543 m3

Maka untuk perhitungan striping ratio rencana penambangan PT. Bukit Telunjuk dapat dihitung sebagai berikut :
SR = 54.689.700,543 m3
12.000.000 ton
SR = 1 : 4,55

Berikut ilustrasi penampang irisan sesuai blok penambangan dan lokasi titik bor acuan perhitungan cadangan tertambang :